Penangkapan dan Penahanan


 

A. Penangkapan

Pasal 1 angka 20 KUHAP, mengatur bahwa: “Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang- undang ini.”

Syarat-Syarat Penangkapan:

  1. Adanya Surat Perintah Tugas dan Surat Perintah Penangkapan. Pasal 18 ayat (1) KUHAP: “Pelaksanaan tugas penangkapan. dilakukan oleh petugas kepolisian negara Republik Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa.” Akibat hukum apabila dalam proses penangkapan tidak memperlihatkan surat tugas dan memberikan surat perintah penangkapan kepada tersangka adalah upaya penangkapan batal demi hukum (void ab initio). Pengecualian terhadap syarat tersebut apabila dalam kondisi tertangkap tangan sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (2) KUHAP: “Dalam hal tertangkap tangan penangkapan-dilakukan tanpa surat perintah, dengan ketentuan bahwa penangkap harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada penyidik atau penyidik pembantu yang terdekat.”
  2. Adanya Bukti Permulaan Yang Cukup. Pasal 17 KUHAP: “Perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.” Bukti permulaan yang cukup diperjelas melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No 21/PUU-XII/2014 yang menafsirkan bahwa frasa “bukti permulaan yang cukup” adalah minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP. Alat bukti dalam Pasal 184 KUHAP “Alat bukti yang sah ialah: keterangan saksi; keterangan ahli; surat; petunjuk; keterangan terdakwa. Apabila belum ditemukan dua alat bukti sementara penyidik telah melakukan upaya penangkapan maka tindakan penangkapan tersebut dianggap tidak sah.
  3. Telah Dipanggil Dua Kali Berturut-Turut. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 36 ayat (1) huruf b Perkap No 14 Tahuan 2012: “Tindakan penangkapan terhadap tersangka dilakukan dengan pertimbangan sebagai berikut tersangka telah dipanggil 2 (dua) kali berturut-turut tidak hadir tanpa alasan yang patut dan wajar.”
  4. Telah Berstatus Sebagai Tersangka. Pasal 1 angka 20 KUHAP: “Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang- undang ini.
  5. Tembusan Surat Perintah Penangkapan Diberikan Kepada Keluarganya. Pasal 18 ayat (3) KUHAP: “Tembusan surat perintah penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan. Frasa “segera” diperjelas dalam Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Putusan No 3/PUU-XI/2013 yang menyatakan bahwa frasa “segera” menjadi “segera dan tidak lebih dari 7 (tujuh) hari”. Apabila penyidik setelah melakukan penangkapan tidak segera menyampaikan tembusan surat perintah penangkapan dalam waktu tujuh hari kepada keluarga tersangka maka proses penangkapan dianggap tidak sah menurut hukum.

B. Penahanan

Pasal 1 angka 21 KUHAP: “Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.”

Tujuan Penahanan diatur dalam Pasal 20 KUHAP

  1. untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 berwenang melakukan penahanan.
  2. Untuk kepentingan penuntutan, penuntut umum berwenang melakukan penahanan atau penahanan lanjutan.
  3. Untuk kepentingan pemeriksaan hakim di sidang pengadilan dengan penetapannya berwenang melakukan penahanan.

Syarat-syarat Penahanan:

  1. Adanya Surat Perintah Penahanan. Pasal 21 ayat (2) KUHAP: “Penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap tersangka atau terdakwa dengan memberikan surat perintah penahanan atau penetapan hakim yang mencatumkan identitas tersangka atau terdakwa dan menyebutkan alasan penahanan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan atau didakwakan serta tempat ia ditahan.” Dalam Pasal 45 ayat (1) Perkap No 14 Tahun 2012: “Penahanan   wajib   dilengkapi   surat   perintah   penahanan   yang dikeluarkan oleh penyidik atau atasan penyidik selaku penyidik.
  2. Adanya Bukti Yang Cukup. Pasal 21 ayat (1) KUHAP: “Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.”
  3. Memenuhi Unsur Objektif dan Subjektif. Unsur Objektif diatur dalam Pasal 21 ayat (4) huruf a KUHAP: “Penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih”. Tindak pidana yang ancaman hukumannya lebih dari lima tahun ialah kejahatan terhadap nyawa orang yang diatur dalam BAB XIX KUHP Pasal 38 dan seterusnya juga terhadap tindak pidana khusus yang dibentuk setelah KUHP. Unsur Subjektif diatur dalam Pasal 21 ayat (1) KUHAP menyatakan Yaitu adanya kekhawatiran: tersangka atau terdakwa akan melarikan diri; merusak atau menghilangkan barang bukti; dan/atau mengulangi tindak pidana.
  4. Tembusan Surat Perintah Penahanan Diberikan Kepada Keluarga. Pasal 21 ayat (3) KUHAP: “Tembusan surat perintah penahanan atau penahanan lanjutan atau penetapan hakim sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus diberikan kepada keluarganya.”

Batas Waktu Penahanan:

  1. Kepolisian. Pasal 24 ayat (1) KUHAP: “Perintah penahanan yang diberikan oleh penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, hanya berlaku paling lama dua puluh hari.” Pasal 24 ayat (2) KUHAP: “Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh penuntut umum yang berwenang untuk paling lama empat puluh hari.”
  2. Kejaksaan. Pasal 25 ayat (1) KUHAP: “Perintah penahanan yang diberikan oleh penuntut umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, hanya berlaku paling lama dua puluh hari.” Pasal 25 ayat (2) KUHAP: “Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan negeri yang berwenang untuk paling lama tiga puluh hari.”
  3. Pengadilan Negeri. Pasal 26 ayat (1) KUHAP: “Hakim pengadilan negeri yang mengadili perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84, guna kepentingan pemeriksaan berwenang mengeluarkan surat perintah penahanan untuk paling lama tiga puluh hari.” Pasal 26 ayat (2) KUHAP: “Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan negeri yang bersangkutan untuk paling lama enam puluh hari.”
  4. Pengadilan Tinggi. Pasal 27 ayat (1) KUHAP: “Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan negeri yang bersangkutan untuk paling lama enam puluh hari.” Pasal 27 ayat (2) KUHAP: “Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan tinggi yang bersangkutan untuk paling lama enam puluh hari.”
  5. Mahkaman Agung. Pasal 28 ayat (1) KUHAP: “Hakim Mahkamah Agung yang mengadili perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88, guna kepentingan pemeriksaan kasasi berwenang mengeluarkan surat perintah penahanan untuk paling lama puluh hari.” Pasal 28 ayat (2) KUHAP: “Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh Ketua Mahkamah Agung untuk paling lama enam puluh hari.”
Berdasarkan uraian tersebut diatas, total keseluruhan penahanan yang dilakukan mulai tingkat pemeriksaan penyidikan oleh Kepolisian sampai pada tingkat pemeriksaan kasasi di Mahkamah Agung berjumlah 400 hari.

Pengecualian diatur dalam Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP:

  1. Dikecualikan dari jangka waktu penahanan sebagaimana tersebut pada Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27 dan Pasal 28, guna kepentingan pemeriksaan, penahanan terhadap tersangka atau terdakwa dapat diperpanjang berdasar alasan yang patut dan tidak dapat dihindarkan karena: (a) tersangka atau terdakwa menderita gangguan fisik atau mental yang berat, yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, atau (b) perkara yang sedang diperiksa diancam dengan pidana penjara sembilan tahun atau lebih.
  2. Perpanjangan tersebut pada ayat (1) diberikan untuk paling lama tiga puluh hari dan dalam hal penahanan tersebut masih diperlukan, dapat diperpanjang lagi untuk paling lama tiga puluh hari.

Jenis-Jenis Penahanan:

  1. Penahanan pada Rumah Tahanan Negara. Masa penahanan di rumah tahanan negara dikurangkan sepenuhnya dari pidana yang dijatuhkan.
  2. Penahanan Rumah. Pasal 22 ayat (5) KUHAP: “Untuk penahanan kota pengurangan tersebut seperlima dari jumlah lamanya waktu penahanan sedangkan untuk penahanan rumah sepertiga dari jumlah lamanya waktu penahanan.”
  3. Penahanan Kota. Pasal 22 ayat (5) KUHAP: “Untuk penahanan kota pengurangan tersebut seperlima dari jumlah lamanya waktu penahanan sedangkan untuk penahanan rumah sepertiga dari jumlah lamanya waktu penahanan.”

Penangguhan Penahanan

Pasal 31 ayat (1) KUHAP: “Atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau hakim, sesuai dengan kewenangan masing-masing, dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan.”

Pasal 35 PP No 27 Tahun 1983
  1. Uang  jaminan  penangguhan  penahanan  yang  ditetapkan  oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan, disimpan di kepaniteraan pengadilan negeri.
  2. Apabila tersangka atau terdakwa melarikan diri dan setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan tidak diketemukan, uang jaminan tersebut menjadi milik negara dan disetor ke Kas Negara.
Pasal 36 PP No 27 Tahun 1983
  1. Dalam hal jaminan itu adalah orang, dan tersangka atau terdakwa melarikan diri maka setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan tidak diketemukan, penjamin diwajibkan membayar uang yang jumlahnya telah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan.
  2. Uang yang dimaksud dalam ayat (1) harus disetor ke Kas Negara melalui panitera pengadilan negeri.
  3. Apabila penjamin tidak dapat membayar sejumlah uang yang dimaksud ayat (1) jurusita menyita barang miliknya untuk dijual lelang dan hasilnya disetor ke Kas Negara melalui panitera pengadilan negeri.


Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.