Dasar Penanganan Perkara Pidana



A. Diketahui Sendiri Oleh Petugas

Pasal 102 ayat (1) KUHAP mengatur bahwa: “Penyelidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyelidikan yang diperlukan.”


B. Laporan/Pengaduan

Laporan

Pasal 102 ayat (1) KUHAP mengatur bahwa: “Penyelidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyelidikan yang diperlukan.”

Pengertian Laporan dalam Pasal 1 angka 24 KUHAP adalah: “Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.”

Hak atau kewajiban yang diatur dalam Pasal 1 angka 24 KUHAP dipertegas dalam Pasal 108 KUHAP ayat (1) sampai ayat (3), yang mengatur bahwa :
  1. Pasal 108 ayat (1) Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tertulis.
  2. Pasal 108 ayat (2) Setiap orang yang mengetahui permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana terhadap ketenteraman dan keamanan umum atau terhadap jiwa atau terhadap hak milik wajib seketika itu juga melaporkan hal tersebut kepada penyelidik atau penyidik.
  3. Pasal 108 ayat (3) Setiap pegawai negeri dalam rangka melaksanakan tugasnya yang mengetahui tentang terjadinya peristiwa yang merupakan tindak pidana wajib segera melaporkan hal itu kepada penyelidik atau penyidik.

Pengaduan

Pengertian Pengaduan dalam Pasal 1 angka 25 KUHAP adalah: “Pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya.”

Perbedaan antara laporan dan pengaduan, adalah:

  1. Tindakan Penarikan. Berdasarkan Pasal 75 KUHP, orang yang melakukan pengaduan masih dapat melakukan tindakan penarikan pengaduan dalam waktu tiga bulan setelah pengaduan. Sementara laporan tidak dapat dilakukan tindakan penarikan kembali sekalipun pihak korban mengikhlaskan peristiwa hukumnya.
  2. Jenis Delik. Untuk laporan, dilakukan terhadap tindak pidana yang sifatnya delik biasa seperti pembunuhan, pemerkosaan, pencurian. Sementara untuk pengaduan, sifat deliknya adalah delik aduan seperti perzinahan atau penghinaan. Delik aduan absolut, Delik aduan absolut merupakan tindak pidana yang peristiwanya tidak dapat dituntut apabila tidak ada pengaduan dari pihak korban atau pihak yang kepentingan hukumnya dirugikan. Delik aduan relatif. Delik aduan relatif merupakan tindak pidana yang hakikatnya bukan merupakan delik aduan hanya karena terjadi dalam lingkungan keluarga sendiri maka menjadi delik aduan, seperti : pencurian dalam keluarga, pemerasan dalam lingkungan keluarga, penggelapan dalam lingkungan keluarga, dan penipuan dalam lingkungan keluarga.
  3. Tindakan Petugas. Untuk laporan, tindakan petugas bersifat aktif yaitu ketika terjadi peristiwa pidana, ada laporan atau tidak, hakikatnya tindakan petugas kepolisian harus/wajib segera dilakukan. Sementara untuk pengaduan, tindakan petugas bersifat menunggu (pasif), yaitu ketika terjadi peristiwa pidana yang sifat deliknya adalah delik aduan maka posisi petugas kepolisian hanya menunggu pengaduan dan tidak melakukan tindakan apa-apa.
  4. Batas Waktu. Untuk laporan batas waktunya mengikuti masa daluarsa yang diatur dalam Pasal 78 KUHP sementara batas waktu untuk pengaduan paling lambat 6 (enam) bulan apabila pihak yang mengadukan ada di Indonesia dan 9 (sembilan) bulan apabila pihak yang mengadukan berada di luar Indonesia sesuai Pasal 74 ayat (1) KUHP.

Prosedur pengajuan laporan maupun pengadun, dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

  1. Secara Lisan. Berdasarkan Pasal 103 ayat (2) KUHAP: “Laporan atau pengaduan yang diajukan secara lisan harus dicatat oleh penyelidik dan ditandatangani oleh pelapor atau pengadu dan penyelidik. Berdasarkan Pasal 108 ayat (5) KUHAP: “Laporan atau pengaduan yang diajukan secara lisan harus dicatat oleh penyidik dan ditandatangani oleh pelapor atau pengadu dan penyidik.”
  2. Secara Tertulis. Berdasarkan Pasal 103 ayat (1) KUHAP: “Laporan atau pengaduan yang diajukan secara tertulis harus ditanda- tangani oleh pelapor atau pengadu.” Berdasarkan Pasal 108 ayat (4) KUHAP: “Laporan atau pengaduan yang diajukan secara tertulis harus ditandatangani oleh pelapor atau pengadu”


C. Tertangkap Tangan (Heterdaad)

Pengertian tertangkap tangan diatur dalam Pasal 1 angka 19 KUHAP: “Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu.”

Dalam proses pemeriksaan terhadap seseorang yang tertangkap tangan diatur dalam:
  1. Pasal 102 ayat (2) dan ayat (3) KUHAP. Pasal 102 ayat (2)“Dalam hal tertangkap tangan tanpa menunggu perintah penyidik, penyelidik wajib segera melakukan tindakan yang diperlukan dalam rangka penyelidikan sebagaimana tersebut pada Pasal 5 ayat (1) huruf b.” Pasal 102 ayat (3): “Terhadap tindakan yang dilakukan tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) penyelidik wajib membuat berita acara dan melaporkannya kepada penyidik sedaerah hukum.”
  2. Pasal 111 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP. Pasal 111 ayat (1): “Dalam hal tertangkap tangan setiap orang berhak, sedangkan setiap orang yang mempunyai wewenang dalam tugas ketertiban, ketenteraman dan keamanan umum wajib, menangkap tersangka guna diserahkan beserta atau tanpa barang bukti kepada penyelidik atau penyidik.” Pasal 111 ayat (2): “Setelah menerima penyerahan tersangka sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) penyelidik atau penyidik wajib segera melakukan pemeriksaan dan tindakan lain dalam rangka penyidikan.”

D. Adanya Putusan Pengadilan

Pemeriksaan terhadap terdakwa dalam proses persidangan kadang kala memunculkan nama-nama baru yang sebelumnya belum pernah dilakukan pemeriksaan. Kalau pun dilakukan pemeriksaan biasanya memiliki status sebagai saksi yang memberikan keterangan. Berdasarkan penggalian fakta persidangan, tidak jarang dalam beberapa putusan pengadilan, majelis hakim memasukkan nama-nama baru yang dianggap terlibat dan ikut bertanggung jawab secara bersama-sama dengan terdakwa lainnya. Masuknya nama baru dapat menjadi bahan yang nantinya perlu dikembangkan dalam proses penyidikan.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.