Bantuan Hukum

 


Pasal 69 KUHAP: “Penasihat hukum berhak menghubungi tersangka sejak saat ditangkap atau ditahan pada semua tingkat pemeriksaan menurut tatacara yang ditentukan dalam undang-undang ini.”


Pasal 27 ayat (1) huruf a Peraturan Kapolri (Perkap) No 8 Tahun 2009: “Setiap petugas yang melakukan tindakan pemeriksaan terhadap saksi, tersangka atau terperiksa wajib memberikan kesempatan terhadap saksi, tersangka atau terperiksa untuk menghubungi dan didampingi pengacara sebelum pemeriksaan dimulai.”


Pasal 27 ayat (2) huruf a Peraturan Kapolri (Perkap) No 8 Tahun 2009: “Dalam melakukan pemeriksaan terhadap saksi, tersangka atau terperiksa, petugas dilarang memeriksa  saksi,  tersangka  atau  terperiksa  sebelum  didampingi  oleh penasihat hukumnya, kecuali atas persetujuan yang diperiksa”


A. Pengertian, Asas, dan Tujuan Bantuan Hukum

Pasal 1 angka 1 UU Nomor 16 Tahun 2011: “Bantuan  Hukum  adalah  jasa  hukum  yang  diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum”

Penjelasan umum UU Nomor 16 Tahun 2011: “Hak atas Bantuan Hukum telah diterima secara universal yang dijamin dalam Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR)). Pasal 16 dan Pasal 26 ICCPR menjamin semua orang berhak memperoleh perlindungan hukum serta harus dihindarkan dari segala bentuk diskriminasi. Sedangkan Pasal 14 ayat (3) ICCPR, memberikan syarat terkait Bantuan Hukum yaitu: 1) kepentingan-kepentingan keadilan, dan 2) tidak mampu membayar Advokat.

Meskipun Bantuan  Hukum  tidak  secara  tegas  dinyatakan sebagai tanggung jawab negara namun ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Dalam negara hukum, negara mengakui dan melindungi hak asasi manusia bagi setiap individu termasuk hak atas Bantuan Hukum. Penyelenggaraan pemberian Bantuan Hukum kepada warga negara merupakan upaya untuk memenuhi dan sekaligus sebagai implementasi negara hukum yang mengakui dan melindungi serta menjamin hak  asasi  warga  negara  akan kebutuhan akses terhadap keadilan (access to justice) dan kesamaan di hadapan hukum (equality before the law). Jaminan atas hak konstitusional tersebut belum mendapatkan   perhatian   secara   memadai, sehingga   dibentuknya Undang-Undang tentang Bantuan Hukum ini menjadi dasar bagi negara untuk menjamin warga negara khususnya bagi orang atau kelompok orang miskin untuk mendapatkan akses keadilan dan kesamaan di hadapan hukum. Oleh karena itu, tanggung jawab negara harus diimplementasikan  melalui  pembentukan  Undang-Undang  Bantuan Hukum ini.

Selama ini, pemberian Bantuan Hukum yang dilakukan belum banyak  menyentuh  orang  atau  kelompok  orang  miskin,  sehingga mereka kesulitan untuk mengakses keadilan karena terhambat oleh ketidakmampuan mereka untuk mewujudkan hak-hak konstitusional mereka. Pengaturan mengenai pemberian Bantuan Hukum dalam Undang-Undang ini merupakan jaminan terhadap hak-hak konstitusional orang atau kelompok orang miskin.”

Asas bantuan hukum dalam Pasal 2 UU No 16 Tahun 2011
  1. keadilan; menempatkan hak dan kewajiban setiap orang secara proporsional, patut, benar, baik, dan tertib.
  2. persamaan kedudukan di dalam hukum; bahwa setiap orang mempunyai hak dan perlakuan yang sama di depan hukum serta kewajiban menjunjung tinggi hukum.
  3. keterbukaan; memberikan akses kepada masyarakat untuk memperoleh informasi secara lengkap, benar, jujur, dan tidak memihak dalam mendapatkan jaminan keadilan atas dasar hak secara konstitusional.
  4. efisiensi; memaksimalkan pemberian Bantuan Hukum melalui penggunaan sumber anggaran yang ada.
  5. efektivitas; dan menentukan pencapaian tujuan pemberian Bantuan Hukum secara tepat
  6. Akuntabilitas; bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan Bantuan Hukum harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat
Tujuan penyelenggaraan bantuan hukum berdasarkan Pasal 3 UU No 16 Tahun 2011
  1. menjamin dan memenuhi hak bagi Penerima Bantuan Hukum untuk mendapatkan akses keadilan;
  2. mewujudkan hak konstitusional segala warga negara sesuai dengan prinsip persamaan kedudukan di dalam hukum;

B. Pemberi Bantuan Hukum

Pasal 1 angka 3 UU No 16 Tahun 2011: “Pemberi Bantuan Hukum adalah lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang ini.”

Persyaratan sebagai Pemberi Bantuan Hukum diatur dalam Pasal 8 ayat (2) UU No 16 Tahun 2011: “Syarat-syarat Pemberi Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. berbadan hukum;
  2. terakreditasi berdasarkan Undang-Undang ini;
  3. memiliki kantor atau sekretariat yang tetap;
  4. memiliki pengurus; dan
  5. memiliki program Bantuan Hukum.”
Hak Pemberi Bantuan Hukum diatur dalam Pasal 9 UU No 16 Tahun 2011: “Pemberi Bantuan Hukum berhak:
  1. melakukan   rekrutmen   terhadap   advokat,   paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum;
  2. melakukan pelayanan Bantuan Hukum;
  3. menyelenggarakan    penyuluhan    hukum,   konsultasi hukum, dan program  kegiatan  lain  yang  berkaitan dengan penyelenggaraan Bantuan Hukum;
  4. menerima anggaran dari negara untuk melaksanakan Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang ini;
  5. mengeluarkan    pendapat    atau    pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang  pengadilan  sesuai  dengan  ketentuan peraturan perundang-undangan;
  6. mendapatkan informasi dan data lain dari pemerintah ataupun instansi lain, untuk kepentingan pembelaan perkara; dan
  7. mendapatkan jaminan perlindungan hukum, keamanan, dan keselamatan selama menjalankan pemberian Bantuan Hukum.”
Kewajiban Pemberi Bantuan Hukum diatur dalam Pasal 10 UU No 16 Tahun 2011: "Pemberi Bantuan Hukum berkewajiban untuk:
  1. melaporkan kepada Menteri tentang program Bantuan Hukum;
  2. melaporkan setiap penggunaan anggaran negara yang digunakan untuk pemberian Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang ini;
  3. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan Bantuan Hukum bagi advokat, paralegal,  dosen, mahasiswa fakultas hukum yang direkrut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a;
  4. menjaga kerahasiaan data, informasi, dan/atau keterangan yang diperoleh dari   Penerima  Bantuan Hukum berkaitan dengan perkara yang sedang ditangani, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang; dan
  5. memberikan    Bantuan    Hukum    kepada    Penerima Bantuan Hukum berdasarkan syarat dan tata cara yang ditentukan dalam     Undang-Undang     ini     sampai perkaranya selesai, kecuali ada alasan yang sah secara hukum."

C. Penerima Bantuan Hukum

Pasal 1 angka 2 UU No 16 Tahun 2011: “Penerima Bantuan Hukum adalah orang atau kelompok orang miskin.”

Hak Penerima Bantuan Hukum diatur dalam Pasal 12 UU No 16 Tahun 2011: “Penerima Bantuan Hukum berhak:
  1. Mendapatkan Bantuan Hukum hingga masalah hukumnya selesai dan/atau perkaranya telah mempunyai kekuatan hukum tetap, selama Penerima Bantuan Hukum yang bersangkutan tidak mencabut surat kuasa;
  2. mendapatkan Bantuan Hukum sesuai dengan Standar Bantuan Hukum dan/atau Kode Etik Advokat; dan
  3. mendapatkan informasi dan dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan pemberian Bantuan Hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Syarat penerima bantuan hukum diatur dalam Pasal14 ayat (1) UU N0 16 Tahun 2011: “Untuk memperoleh Bantuan Hukum, pemohon Bantuan Hukum harus memenuhi syarat-syarat:
  1. mengajukan permohonan secara tertulis yang berisi sekurang-kurangnya identitas pemohon dan uraian singkat mengenai pokok persoalan yang dimohonkan Bantuan Hukum;
  2. menyerahkan dokumen yang berkenaan dengan perkara; dan
  3. melampirkan surat keterangan miskin dari lurah, kepala desa, atau pejabat yang setingkat di tempat tinggal pemohon Bantuan Hukum.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.