Hukum Pajak

Dasar Hukum Pemajakan

Teori kedaulatan wilayah (territorial sovereignity) menyatakan bahwa negara berdaulat (merdeka) mempunyai kewenangan mengatur (yurisdiksi) atas person, objek, properti, peristiwa, perbuatan dan kejadian dalam wilayah teritorialnya secar eksklusif dari negara lain. Salah satu yurisdiksi tersebut adalah pemajakan (jurisdiction to tax) yang diatur dalam Pasal 23A Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Dengan perumusan yurisdiksi dalam konstitusi tersebut, membuat hak/kewenangan negara untuk memungut pajak menjadi hak publik mutlak yang tidak dapat diganggu gugat. Terdapat hak mutlak yang diberikan hukum dan tidak dapat diganggu siapapun, seperti: Hak Asasi Manusia (bebas memeluk agama); Hak publik mutlak (hak negara memungut pajak); dan Hak keperdataan (kekuasaan orang tua terhadap anak dan hak anak pada orang tua).

Kenchtle (1979) menyebut tiga unsur yurisdiksi pemajakan, yaitu:
  1. Legislatif, yaitu kewenangan menyusun undang-undang perpajakan,
  2. Pendapatan, yaitu kewenangan meminta sebagian pendapatan dan harta penduduk untuk diserahkan menjadi penerimaan negara dalam bentuk pajak,
  3. Administrasi, yaitu kewenangan melaksanakan dan menegakkan peraturan perpajakan; mengadministrasikan; dan mengelola serta memaksakan pembayaran pajak.
Beberapa landasan hukum penyusunan undang-undang perpajakan adalah:
  1. Pajak harus dipungut dengan Undang-Undang yang dibuat oleh lembaga yang berwenang dengan tata cara dan prosedur yang sah, dengan persetujuan wakil rakyat.
  2. Prinsip legalitas atau ekuitas  yang berarti undang-undang pajak harus diterapkan selengkapnya, imparsial kepada semua orang tanpa diskriminasi/preferensi, sedang secara subtantif orang yang berada pada kondisi sama harus diperlakukan sama dan mereka dalam kondisi berbeda diperlakukan berbeda.
  3. Prinsip Fair Play atau Public Trust pada administrasi pajak. Fair Play (good governance) merupakan bagian hukum administrasi negara.
  4. Prinsip proporsionalitas atau kemampuan bayar (utang pajak harus setimpal dengan kemampuan bayar), yang ditimbang dari indikator penghasilan, pengeluaran, atau kekayaan setelah memperhatikan kebutuhan layak hidup Wajib Pajak.
Sebagai negara hukum, pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan diatur dalam hukum pajak. Karena mengatur hubungan antara negara dengan pembayar pajak, hukum pajak termasuk bagian dari hukum publik dengan cabangnya Hukum Tata Usaha (Administrasi) Negara. Hukum Pajak sebagai bagian dari Hukum Tata Usaha Negara dengan sebagian besar objek bersumber pada peristiwa perdata dan jika dilanggar dapat dikenakan sanksi pidana.

Dalam ilmu hukum dikenal sumber hukum tertulis dan tidak tertulis yang meliputi: (a) Peraturan perundang-undangan, termasuk UUD 1945; (b) kebiasaan; (c) Traktat dan perjanjian (ruling); (d) yurisprudensi (sebagai negara penganut pandangan civil law countries, dalam pertimbangan putusan, Hakim Indonesia kurang merujuk pada putusan terdahulu atas kasus yang sama); (e) Doktrin (dalil, postulat, atau pendapat ahli/hakim). Berbeda dengan hukum lainnya, pajak tidak mengenal sumber hukum tidak tertulis dan kebiasaan. Hukum pajak hanya mengenal sumber hukum tertulis (asas legal formal - lex scripta) dan tidak dilakukan secara kebiasaan.


Pengertian Pajak

Berdasarkan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Makna kontribusi dapat diartikan bahwa Negara membutuhkan dana untuk menjaga dan melaksanakan tugas dan fungsi penyediaan barang dan jasa publik termasuk kebutuhan pokok, pendidikan, keamanan, dan kesehatan. Dana tersebut dipikul bersama seluruh rakyat melalui kontribusi dalam bentuk pajak.

Makna wajib sesuai kaidah hukum adalah bersifat memaksa dengan adanya sanksi (lex imperfecta). Sebagai negara hukum (rechstaat) maka seluruh segi kehidupan diatur dengan hukum (rule of law), termasuk pemungutan pajak yang diatur dalam Pasal 23A Undang-Undang Dasar 1945. Istilah mengenai hal ini dapat kita temui dalam kehidupan sehari-hari seperti: tiada pajak tanpa persetujuan perlemen (no taxation without representation); pemajakan tanpa persetujuan parlemen adalah perampokan (taxation without representation is robbery); pajak merupakan harga sebuah peradaban (taxes are the prices we pay for civilization). Ketentuan memaksa adalah pembeda utama pajak dengan iuran atau sumbangan.

Makna terutang menunjukkan bahwa pajak berbeda dengan hukum perdata, dimana terutang pada hukum perdata timbul setelah adanya perjanjian. Dalam pajak, terutang timbul secara otomatis karena adanya undang-undang pajak yang termasuk dalam kelompok hukum material.

Makna tidak mendapatkan imbalan secara langsung merupakan pembeda utama pajak dengan retribusi yang terdapat balas jasa langsung (quit pro quo). Secara finansial memang tidak ada pembayaran kembali namun negara memberikan imbalan tidak langsung berupa barang dan/atau jasa publik, seperti: kebutuhan pokok, keamanan, ketertiban, kesehatan, pendidikan, transportasi umum, dan infrastruktur umum lainnya.


Kriteria Pemajakan

Adam Smith (The Wealth of Nations, 1776) memperkenalkan empat canons of taxation, yaitu:
  1. Equitable, yaitu beban pajak proporsional dengan penghasilan
  2. Convenient, yaitu waktu dan cara pembayaran nyaman
  3. Certain, yaitu jumlah pajak jelas dan pasti jumlahnya; kapan terutang dan dimana bayarnya)
  4. Economical, yaitu murah biayanya.


Hukum Pajak Formal dan Material

Berdasarkan fungsinya, Hukum dibagi menjadi Hukum Material (substantive law) dan Hukum Formal (adjective/administrative law). Hukum material meliputi peraturan yang memberi hak dan membebani kewajiban hukum, sedangkan hukum formal merupakan peraturan yang menentukan bagaimana caranya melaksanakan hukum material. Selain sebagai aturan pelaksanaan hukum material, hukum formal juga merupakan sarana penegakan hukum yang menjadi rujukan para hakim dalam memutus perkara di pengadilan. Karena mengatur tata cara dan prosedur pelaksanaan hukum material, hukum formal juga disebut sebagai hukum acara. Termasuk dalam kelompok hukum pajak formal adalah Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).

Hukum pajak material memuat peraturan yang menerangkan keadaaan, perbuatan dan peristiwa hukum (objek) yang dapat dikenakan pajak, siapa (subjek) yang dapat kena pajak, besarnya pajak (tarif), dan ketentuan lainnya.



Jangan biarkan urusan akuntansi dan pajak menghambat pertumbuhan bisnis Anda. Segera hubungi kami untuk mendapatkan konsultasi gratis dan temukan bagaimana kami dapat membantu Anda mencapai kesuksesan yang lebih besar!
📞Hubungi kami sekarang di +62 859 106 666 777 atau kirim email ke ekuilibriumconsultant@gmail.com untuk konsultasi gratis!
Bergabunglah dengan klien kami yang telah merasakan manfaat dari layanan kami. Bersama-sama, kita dapat mencapai tujuan bisnis Anda dengan lebih mudah dan efisien!

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.