Hukum Pajak
Pengertian Pajak
Ciri-ciri yang melekat pada pengertian Pajak, antara lain:
- Pajak dipungut berdasarkan/dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
- Dalam pembayaran Pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh Pemerintah.
- Pajak dipungut oleh negara, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.
- Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran Pemerintah.
- Pajak dapat pula membiayai tujuan yang tidak budgetair, yaitu fungsi mengatur.
Fungsi Pajak
Pajak memiliki fungsi yang sangat strategis bagi berlangsungnya suatu negara. Fungsi Pajak antara lain sebagai berikut:
- Fungsi Penerimaan (Budgetair) yaitu pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran Pemerintah. Dalam APBN, pajak merupakan sumber penerimaan dalam negeri.
- Fungsi Mengatur (Regulatoir) yaitu pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan dibidang sosial dan ekonomi. Misalnya: PPnBM untuk minuman keras dan barang-barang mewah lainnya.
- Fungsi Redistribusi, dalam fungsi redistribusi ini lebih ditekankan unsur pemerataan dan keadilan dalam masyarakat. Fungsi ini terihat dari adanya lapisan tarif dalam pengenaan pajak dengan adanya tarif pajak yang lebih besar untuk tingkat penghasilan yang lebih tinggi.
- Fungsi Demokrasi yaitu pajak dalam fungsi demokrasi merupakan wujud sistem gotong royong. Fungsi ini dikaitkan dengan tingkat pelayanan pemerintah kepada masyarakat pembayar pajak.
Kedudukan Hukum Pajak
Dalam Pasal 23A Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan “Pengenaan dan Pemungutan Pajak untuk keperluan negara berdasarkan Undang-Undang”. Segala tindakan yang menempatkan beban kepada rakyat harus ditetapkan dengan Undang-Undang melalui persetujuan DPR.
Hukum Pajak merupakan bagian Hukum Publik, mempunyai ruang lingkup yang luas dan memuat unsur Hukum Pidana dan Peradilan seperti yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, memuat Unsur Hukum Perdata seperti penghasilan, kekayaan, perjanjian penyerahan hak dll.
Perlawanan Terhadap Pajak
Berbagai perlawanan masyarakat terhadap pungutan pajak dapat dibedakan sebagai berikut:
- Perlawanan Pasif, berupa hambatan yang mempersulit pemungutan pajak dan mempunyai hubungan erat dengan struktur ekonomi suatu negara dengan perkembangan intelektual dan moral penduduk. Selain itu juga berhubungan dengan teknik pemungutan pajak itu sendiri. Perlawanan pasif juga ada apabila sistem kontrol tidak dilakukan dengan efektif atau bahkan tidak dapat dilakukan.
- Perlawanan Aktif, dapat berupa
- Tax Avoidance yaitu pajak dapat dengan mudah dihindari dengan tidak melakukan perbuatan yang dapat dikenakan pajak. Contoh dari Tax Avoidance adalah:
- Menahan diri → WP tdk melakukan sesuatu yang dapat dikenai pajak. Misal: tidak merokok agar terhindar dari cukai tembakau.
- Pindah lokasi → memindahkan lokasi usaha/domisili yang tarif pajaknya tinggi ke lokasi yang tarif pajaknya rendah. Misal: diberikan keringanan bagi investor yang ingin menanamkan modalnya di wilayah Ibukota Nusantara (IKN).
- Penghindaran pajak secara yuridis, biasanya dilakukan dengan memanfaatkan kekosongan atau ketidakjelasan Undang-Undang (Loopholes).
- Tax Evasion yaitu penghindaran pajak dengan cara pengelakan berupa tindakan yang tergolong melanggar hukum (illegal). Contoh: tidak melaporkan sebagian penjualan, memperbesar biaya dengan cara fiktif.
- Melalaikan pajak yaitu menolak membayar pajak yang telah ditetapkan dan menolak memenuhi ketentuan formal yang harus dipenuhi, misalnya dengan cara menghalangi proses penyitaan.
Asas dan Dasar Pemungutan Pajak
Asas Pemungutan Pajak menurut Adam Smith
Asas pemungutan pajak menurut Adam Smith adalah:
- Equality, yaitu pemungutan pajak harus bersifat final, adil, dan merata. Pajak dikenakan kepada Orang Pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak atau ability to pay dan sesuai dengan manfaat yang diterima. Adil dimaksudkan bahwa setiap Wajib Pajak menyumbangkan uang untuk pengeluaran pemerintah sebanding dengan kepentingan dan manfaatnya.
- Certainty, yaitu penetapan pajak tidak ditentukan sewenang-wenang. Oleh karena itu, Wajib Pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti pajak yang terutang, kapan harus dibayar, seta batas waktu pembayaran.
- Convenience, yaitu kapan Wajib Pajak itu harus membayar pajak sebaiknya disesuaikan dengan saat-saat yang tidak menyulitkan Wajib Pajak, misalnya pada saat Wajib Pajak memperoleh penghasilan (Pay As You Earn).
- Economi, yaitu secara ekonomi biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban pajak bagi Wajib Pajak diharapkan seminomal mungkin, demikian pula beban yang dipikul Wajib Pajak.
- Asas Keadilan, terdiri atas;
- Benefit Principle & Ability Principle.
- Benefit Principle adalah: Dalam sistem perpajakan yang adil, setiap Wajib Pajak harus membayar sejalan dengan manfaat yang dinikmatinya dari Pemerintah, pendekatan ini disebut Revenue and Expenditure Approach.
- Ability Principle adalah: Pajak sebaiknya dibebankan kepada Wajib Pajak berdasarkan kemampuan membayar.
- Keadilan Horizontal & Keadilan Vertikal
- Keadilan horizontal yaitu bila beban pajaknya sama untuk semua Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan yang sama dengan jumlah penghasilan yang sama, tanpa membedakan jenis penghasilan atau sumber penghasilan.
- Keadilan vertikal yaitu bila orang dalam keadaan ekonomis yang sama dikenakan pajak yang sama.
Asas Pemungutan Pajak menurut Falsafah Hukum, Yuridis, dan Ekonomis
Asas menurut Falsafah Hukum
Beberapa teori dasar yang mendukung hak negara untuk memungut pajak:
- Teori Asuransi, Teori ini menyamakan pembayaran pajak dengan pembayaran premi asuransi. Premi tersebut dimaksudkan sebagai pembayaran atas usaha melindungi orang dari segala kepentingannya (misalnya keselamatan dan keamanan).
- Teori Kepentingan, Teori ini memperhatikan beban pajak yang harus dipungut dari masyarakat. Pembebanan ini harus didasarkan pada kepentingan setiap orang dalam tugas pemerintah, termasuk perlindungan jiwa dan hartanya. Oleh karena itu pengeluaran negara untuk melindunginya dibebankan kepada masyarakat melalui negara.
- Teori Gaya Pikul, Teori ini mengandung maksud bahwa dasar keadilan pemungutan pajak terletak dalam jasa-jasa yang diberikan oleh negara kepada masyarakat berupa perlindungan jiwa dan harta bendanya. Oleh karena itu untuk kepentingan perlindungan, masyarakat akan membayar pajak menurut gaya pikul seseorang.
- Teori Bhakti, Teori ini disebut juga teori kewajiban mutlak. Menurut teori ini, negara mempunyai hak mutlak untuk memungut pajak. Di lain pihak, masyarakat menyadari bahwa membayar pajak sebagai kewajiban untuk membuktikan tanda baktinya kepada negara sehingga dasar hukum pajak terletak pada hubungan masyarakat dengan negara.
- Teori Asas Daya Beli, Teori ini mendasarkan bahwa penyelenggaraan kepentingan masyarakat yang dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan pajak yang bukan kepentingan individu atau negara sehingga menitikberatkan pada fungsi mengatur.
Asas Yuridis
Untuk menyatakan suatu keadilan, hukum pajak harus memberikan jaminan hukum kepada negara atau warganya. Oleh karena itu, pemungutan pajak harus didasarkan pada Undang-Undang. Landasan hukum pemungutan pajak di Indonesia adalah UUD 1945.
Asas Ekonomis
Asas ekonomi ini lebih menekankan pada pemikiran bahwa negara menghendaki agar kehidupan ekonomi masyarakat terus meningkat. Untuk itu, pemungutan pajak harus diupayakan tidak menghambat kelancaran ekonomi.
Hukum Pajak Formal dan Material
Berdasarkan materinya, hukum pajak dibedakan menjadi:
- Hukum Pajak Formal, memuat bentuk/tata cara untuk mewujudkan hukum materiil menjadi kenyataan. Contoh: Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).
- Hukum Pajak Material, memuat norma-norma yang menerangkan keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenakan pajak (objek pajak), siapa yang dikenakan pajak (subjek pajak), berapa besar pajak yang dikenakan, segala sesuatu tentang timbul dan hapusnya utang pajak, dan hubungan hukum antara pemerintah dan Wajib Pajak. Contoh: Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Jenis Pajak
Menurut Golongan
Pajak Langsung, yaitu pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung Wajib Pajak yang bersangkutan, misalnya: PPh
Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan ke pihak lain, contohnya: Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Menurut Sifatnya
Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berdasarkan pada subjeknya, yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak, misalnya: PPh
Pajak Objektif, yaitu pajak yang didasarkan pada objeknya tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak, misalnya: PPN dan PPnBM
Menurut Pemungutannya
Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, misal: PPh, PPN dan PPnBM serta Bea Materai.
Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah, misal: Pajak Reklame, Pajak Hotel dan Pajak Restaurant.
Cara Pemungutan Pajak
Stelsel Pajak
Stelsel Nyata (Riil Stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek penghasilan yang nyata sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak setelah penghasilan yang sesungguhnya dapat diketahui, Kelebihan stelsel ini lebih realistis namun kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui).
Stelsel Anggapan (Fictif Stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh Undang-Undang, misalnya penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya sehingga pada awal tahun pajak telah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun berjalan. Kelebihan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sebenarnya.
Stelsel Campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dengan stelsel anggapan. Pada awal tahun besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan sebenarnya. Apabila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar daripada menurut anggapan, Wajib Pajak harus melunasi kekurangannya. Demikian pula sebaliknya, apabila lebih kecil, Wajib Pajak dapat meminta kembali kelebihan pajak yang telah dibayar.
Sistem Pemungutan
Official Assesment System
Sistem ini memberi kewenangan kepada Pemerintah untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. Ciri-ciri official assessment adalah:
- Wewenang untuk menetapkan besarnya pajak terutang berada pada fiskus
- Wajib Pajak bersifat pasif
- Utang pajak timbul setelah dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak oleh Fiskus
Self Assesment System
Sistem ini memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.
Withholding System
Sistem pemungutan pajak ini memberi kewenangan kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
Asas Pemungutan Pajak
Asas Tempat Tinggal
Negara mempunyai hak untuk memungut pajak dari seluruh penghasilan Wajib Pajak berdasarkan tempat tinggal Wajib Pajak.
Asas Kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. Asas ini diperlakukan kepada setiap orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia untuk membayar pajak
Asas Sumber
Negara mempunyai hak untuk memungut pajak atas penghasilan yang bersumber dari suatu negara yang memungut pajak.
Tarif Pajak
Struktur tarif yang berhubungan dengan pola persentase tarif pajak, yaitu:
- Tarif pajak proporsional/sebanding, yaitu persentase tetap terhadap jumlah berapapun yang menjadi dasar pengenaan pajak, misal: tarif 10% untuk PPN.
- Tarif pajak progresif, yaitu tarif pajak yang persentasenya menjadi lebih besar apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak semakin besar, misal: Tarif PPh.
- Tarif pajak degresif, yaitu tarif pajak yang persentasenya semakin menurun apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak semakin besar.
- Tarif pajak tetap, dalam tarif ini ditetapkan tarif dengan jumlah yang tetap (sama besarnya) terhadap berapapun jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak, misalnya: tarif bea materai.
Penafsiran Peraturan Pajak
Didalam dunia hukum, dikenal metode interpretasi, yaitu:
- Metode interpretasi yang bertumpu pada teks peraturan atau legalitas hukum (rechtmatigheid).
- Metode interpretasi yang bertumpu pada tujuan atau asas kemanusiaan atas asas kemanfaatan (doelmatigheid)
Setiap aturan hukum mengandung di dalam dirinya tujuan yang hendak dicapai yang diidealkan memberi manfaat (asas kemanfaatan) bagi kehidupan bersama dalam masyarakat. Nilai tujuan atau manfaat ini tidak boleh terganggu atau diabaikan begitu saja hanya karena soal cara dan prosedurnya yang bersifat teknis. Namun sebaliknya tujuan juga tidak boleh menghalalkan segala cara. Karena itu penting sekali menemukan titik keseimbangan diantara keduanya.
Jangan biarkan urusan akuntansi dan pajak menghambat pertumbuhan bisnis Anda. Segera hubungi kami untuk mendapatkan konsultasi gratis dan temukan bagaimana kami dapat membantu Anda mencapai kesuksesan yang lebih besar!
📞Hubungi kami sekarang di +62 859 106 666 777 atau kirim email ke ekuilibriumconsultant@gmail.com untuk konsultasi gratis!
Bergabunglah dengan klien kami yang telah merasakan manfaat dari layanan kami. Bersama-sama, kita dapat mencapai tujuan bisnis Anda dengan lebih mudah dan efisien!

Tidak ada komentar: