Pengantar Hukum



Pengertian Hukum

Hukum menurut Kansil (1989:38) adalah himpuran peraturan yang mengatur tata tertib suatu masyarakat dan himpunan peraturan tersebut wajib ditaati oleh masyarakat. Agar himpunan peraturan dilaksanakan efektif, peraturan hukum umumnya memberikan sanksi bagi yang melanggar aturan tersebut.

Hukum berdasarkan isinya dibagi 2 (dua) yaitu hukum perdata dan hukum publik. Hukum perdata adalah hukum antarperorangan yang mengatur hak dan kewajiban perorangan yang satu dengan yang lain dalam hubungan keluarga dalam pergaulan masyarakat. Sementara hukum publik adalah hukum yang mengatur kepentingan umum dan mengatur hubungan antara penguasa dan warga negaranya. Hukum publik merupakan keseluruhan peraturan yang merupakan dasar negara dan mengatur pula bagaimana caranya negara melaksanakan tugasnya dalam rangka melindungi kepentingan umum, yang pada akhirnya melindungi kepentingan negara. Hukum publik bersifat memaksa, sedangkan hukum perdata bersifat melengkapi.


Sumber Hukum

Menurut Algra (Soeroso, 2013:118) sumber hukum terdiri dari 2 (dua) yaitu sumber hukum materiil dan formil. Sumber hukum materiil ditinjau dari pelbagai sudut misalnya dari sudut ekonomi, sejarah, sosiologi, filsafat dan sebagainya. Sementara, sumber hukum formil merupakan tempat atau sumber suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum. Sumber hukum formil berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum itu berlaku formal. Sumber hukum ini adalah undang-undang, kebiasaan, keputusan hakim (yurisprudensi), traktat, dan pendapat sarjana hukum (doktrin).

Undang-Undang

Undang-undang merupakan sumber hukum formil, undang-undang merupakan peraturan negara yang mempunyai kekuatan hukum mengikat. undang-undang diadakan dan dipelihara oleh penguasa negara.

Kebiasaan

Kebiasaan adalah perbuatan manusia yang dilakukan berulang-ulang mengenai hal tingkah laku atau kebiasaan yang diterima oleh suatu masyarakat dan selalu dilakukan oleh orang lain sedemikian rupa, sehingga masyarakat menganggap bahwa perbuatan tersebut harus berlaku seperti itu. Kebiasan ini harus baik dan diterima masyarakat sesuai dengan kepribadian masyarakat yang kemudian berkembang menjadi hukum kebiasaan. Sementara menurut Utrecht (1964:74) dalam ruang lingkup hukum administrasi, kebiasaan adalah disebut dengan istilah administrasi negara (hukum administrasi yang merupakan hukum kebiasaan). Administrasi negara merupakan hukum tidak tertulis, namun prakteknya dilakukan berkali-kali, sehingga menjadi kebiasaan. Contoh adminIstrasi negara saat ini adalah pidato presiden di hadapan Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah setiap tanggal 16 Agustus.

Yurisprudensi

Yurisprudensi menurut Purnadi Purbacaraka (R. Soeroso, 2013:159) adalah keputusan hakim yang selalu dijadikan pedoman hakim lain dalam menuntaskan kasus- kasus yang sama. Ada 2 (dua) macam yurisprudensi yaitu: (a) yurisprudensi tetap yaitu keputusan-keputusan hakim yang berulang kali digunakan pada kasus-kasus yang sama; (b) yurisprudensi tidak tetap yaitu yurisprudensi yang belum masuk menjadi yurisprudensi tetap.

Menurut Rahardjo (1982: 235-250), ada 2 (dua) sistem hukum yang berbeda, yaitu Sistem Hukum Eropa Benua dan Sistem Hukum Inggris. Orang lazim menggunakan sebutan Sistem Hukum Romawi-Jerman atau Civil Law System dan Common Law System. Sementara, sistem hukum yang berlaku di Indonesia adalah Civil Law.

Karakteristik Civil Law adalah adanya pembagian ada 2 (dua) hukum dilihat dari isinya yaitu hukum perdata dan hukum publik. Sementara, kategori seperti ini tidak dikenal dalam sistem Common Law. Hakim tidak terikat dengan preseden atau doktrin stare decicis, sehingga undang-undang menjadi rujukan hukumnya yang utama. Preseden adalah ketentuan-ketentuan hukum yang dikembangkan dalam proses penerapannya, hasil karya dari para hakim dan bukan dari para ahli hukum.  Dalam sistem ini (civil law) hakim mempunyai peranan yang besar dalam mengarahkan dan memutus suatu perkara. Hakim bersifat aktif dalam menemukan fakta hukum dan cermat dalam menilai bukti.

Sementara, di negara yang menggunakan common law system, yurisprudensi merupakan sumber hukum utama, sehingga sistem ini menganut sistem preseden. Dalam sistem ini, kedua belah pihak yang bersengketa masing-masing menggunakan lawyernya berhadapan di depan hakim. Para pihak masing-masing menyusun strategi sedemikian rupa dan mengemukakan dalil-dalil dan alat-alat bukti sebanyak-banyaknya di pengadilan. Sehingga, dengan sistem ini yang berperkara merupakan lawan antar satu dengan yang lainnya yang dipimpin oleh lawyernya masing-masing.

Dalam menangani peradilan, terdapat asas yurisprudensi yaitu asas precedent dan asas bebas. Dalam asas precedent, hakim terikat kepada keputusan yang lebih dulu dan hakim yang sama derajatnya atau dari hakim yang lebih tinggi. Asas ini dianut oleh negara Anglo Saxon, common law (Inggris, Amerika Serikat).

Asas precedent berlaku berdasarkan 4 (empat) faktor (Soeroso, 2013: 168) yaitu:
  1. bahwa penerapan dari peraturan yang sama pada kasus yang sama menghasilkan perlakuan yang sama bagi siapa saja yang datang ke pengadilan;
  2. bahwa mengikuti precedent secara konsisten dapat menyumbangkan pendapat dalam masalah di kemudian hari;
  3. penggunaan kriteria yang mantap untuk menempatkan masalah yang baru dapat menghemat waktu dan tenaga;
  4. pemakaian putusan sebelumnya menunjukkan adanya kewajiban untuk menghormati kebijaksanaan dan pengalaman dari pengadilan pada generasi sebelumnya.
Selanjutnya, putusan hakim dapat disebut sebagai yurisprudensi, apabila putusan tersebut memenuhi unsur sebagai berikut (Ahmad Kamil dan M. Fauzan: 2008: 11):
  1. putusan atas suatu peristiwa hukum yang belum jelas peraturan perundang- undangannya;
  2. putusan tersebut harus merupakan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap;
  3. telah berulang kali dijadikan dasar untuk memutus perkara yang sama;
  4. putusan tersebut telah memenuhi rasa keadilan;
  5. putusan tersebut dibenarkan oleh Mahkamah Agung (Mahkamah Agung, 2003, 21-22).
Selanjutnya, Yurisprudensi tetap sebagai sumber hukum memiliki tahapan proses sebagai berikut (Ahmad Kamil dan M. Fauzan: 2008: 12):
  1. adanya putusan hakim yang telah berkekuatan tetap;
  2. atas perkara atau kasus yang diputus belum ada aturan hukumnya atau hukumnya kurang jelas;
  3. memiliki muatan kebenaran dan keadilan;
  4. telah berulang kali diikuti oleh hakim berikutnya dalam memutus kasus yang sama;
  5. telah melalui uji eksaminasi atau notasi oleh tim yurisprudensi Hakim Agung Mahkahmah Agung RI;
  6. telah direkomendasikan sebagai putusan yang berkualifikasi yurisprudensi tetap. Contoh yurisprudensi tetap, berdasarkan nomor register: 245K/TUN/1999, tanggal 30 Agustus 2001 dinyatakan bahwa Lelang atau Risalah Lelang bukan objek gugatan di PTUN. Putusan MA Nomor 116K/TUN/2995 tanggal 29 September 1997 KPP berwenang menerbitkan Surat Paksa sebagai pelaksanaan penagihan pajak (Ahmad Kamil dan Fauzan, 2005: 1996).

Traktat (Treaty)

Traktat (Soeroso, 2013: 170) adalah perjanjian yang dibuat antara negara yang dituangkan dalam bentuk tertentu. Perjanjian ini merupakan perjanjian internasional. Akibat dari perjanjian ini adalah “pacta sunt servanda” artinya bahwa perjanjian mengikat para pihak yang mengadakan perjanjian. Contoh: tax treaty antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Singapura.

Doktrin

Doktrin menurut (Soeroso, 2013: 179) adalah pendapat para sarjana hukum yang terkemuka dan besar pengaruhnya terhadap hakim dalam mengambil keputusan. Doktrin yang belum digunakan hakim dalam mempertimbangkan keputusannya belum merupakan sumber hukum formil. Dengan demikian, doktrin dapat menjadi sumber hukum formil harus memenuhi syarat tertentu yaitu doktrin tersebut telah menjelma menjadi putusan hakim. Contoh doktrin pendapat ahli perpajakan Rochmat Soemitro (Soemitro, 1990: 36) bahwa atas pelanggaran administratif kepada wajib pajak akan dikenakan sanksi administrasi, sementara untuk pelanggaran atas pidana kepada wajib pajak akan dikenakan sanksi pidana.


Tujuan Hukum

Tujuan hukum menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan. Dengan tercapainya ketertiban di dalam masyarakat diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi. Dalam mencapai tujuan tersebut hukum bertugas melindungi hak dan kewajiban antar perorangan di dalam masyarakat, membagi kewenangan dan mengatur cara memecahkan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum.


Peraturan perundang-undangan

Setiap peraturan perundang-undangan terdiri dari beberapa bagian, yaitu konsiderans atau pertimbangan yang berisi pertimbangan-pertimbangan mengapa undang-undang itu dibuat. Pertimbangan pada umumnya diawali dengan kata-kata menimbang, membaca, mengingat. Di samping itu, peraturan perundang-undangan memiliki diktum atau amar. Dalam amar ini terdapat pasal dari suatu undang-undang.

Ada pula bagian lain yang tidak kalah pentingnya yaitu ketentuan peralihan. Ketentuan peralihan mempunyai fungsi penting, yaitu mengisi kekosongan hukum (rechtsvacuum). Ketentuan peralihan ini menghubungkan waktu lampau dengan sekarang. Ada kemungkinan undang-undang baru yang diundangkan, tetapi undang- undang baru ini tidak mengatur semua hal atau peristiwa yang diatur oleh undang-undang lama. Kalau terjadi suatu peristiwa yang diatur dalam undang-undang yang lama, tetapi tidak diatur dalam undang-undang yang baru, berlakulah ketentuan peralihan sehingga “apabila tidak ada ketentuannya, berlakulah peraturan yang lama.”


Cara Memahami Undang-Undang

Untuk memahami suatu peraturan perundang-undangan dapat dilakukan tahapan sebagai berikut:
  1. memahami judul peraturan, judul peraturan memuat keterangan mengenai jenis, nomor, tahun pengundangan atau penetapan, dan nama Peraturan Perundang– undangan. Pada umumnya dari judul peraturan tersebut dapat dipahami materi apa yang diatur dalam peraturan tersebut.
  2. tahap selanjutnya adalah memahami penjelasan umum (bagian ini terletak di bagian penjelasan pasal-pasal dalam peraturan tersebut, umumnya terdapat dalam undang- undang atau peraturan pemerintah). Penjelasan umum memuat uraian secara sistematis mengenai latar belakang pemikiran, maksud, dan tujuan penyusunan Peraturan Perundang-undangan yang telah tercantum secara singkat dalam butir konsiderans, serta asas, tujuan, atau materi pokok yang terkandung dalam batang tubuh Peraturan Perundang-undangan.
  3. untuk memahami beberapa istilah dalam suatu peraturan dapat merujuk pada batasan pengertian atau definisi, pada umumnya ditempatkan dalam ketentuan umum.
  4. selanjutnya, bacalah seluruh pasal agar memahami materi yang diatur dalam  peraturan tersebut.
  5. setiap pasal dengan pasal lain dalam suatu peraturan memiliki hubungan yang kuat dan bersifat melengkapi, mengingat rumusan dalam pasal tersebut diletakkan dalam suatu peraturan. Demikian pula kaitan satu ayat dengan ayat lain dalam suatu pasal memiliki hubungan yang kuat antara setiap ayat, mengingat pembentuk peraturan menempatkan ayat tersebut dalam pasal tersebut.
  6. dalam rangka memahami suatu peraturan gunakan penalaran hukum yang baik, saat memahami suatu peraturan tetap harus menggunakan logika berfikir yang logis. Biasakan membaca suatu peraturan dengan mengedepankan pertanyaan mengapa pembentuk undang-undang merumuskan hal tersebut dan bagaimana hukum atau peraturan tersebut diterapkan dalam suatu masalah yang muncul. Dengan demikian proses berpikir yang digunakan tidak mendasarkan pada pertanyaan apa dan bagaimana, maksudnya rumusan suatu ketentuan tidak mendahulukan pertanyaan apa rumusan ketentuannya dan bagaimana ketentuan tersebut diterapkan untuk suatu masalah. Mengingat setiap peraturan disusun oleh pembentuk peraturan bertujuan untuk mengatur kehidupan manusia.

Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-Undangan

Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan diatur jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
  1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
  3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
  4. Peraturan Pemerintah;
  5. Peraturan Presiden;
  6. Peraturan Daerah Provinsi; dan
  7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Berdasarkan Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 (Undang- Undang 12/2011), kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “hierarki” adalah penjenjangan setiap jenis peraturan perundang-undangan yang didasarkan pada asas bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Peraturan perundang-undangan lain selain tercantum dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang 12/2011 (seperti Peraturan Menteri Keuangan, Peraturan Direktur Jenderal Pajak) diakui dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Undang-Undang 12/2001:
  1. Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang- Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.
  2. Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.
Berakhirnya kekuatan berlaku suatu Undang-Undang
  1. jangka waktu berlaku telah ditentukan dalam undang-undang itu sudah melampaui;
  2. adanya suatu keadaan atau hal, undang-undang sudah tidak ada lagi;
  3. undang-undang telah dicabut oleh instansi yang membuat atau instansi yang lebih tinggi;
  4. telah diadakan undang-undang yang baru yang isinya bertentangan dengan undang-undang yang lama.
Agar kepentingan manusia itu dapat terlindungi, sehingga setiap peraturan harus diketahui oleh setiap orang. Bahkan setiap orang dianggap tahu akan undang-undang. Ini merupakan fictie, kenyataannya tidaklah dapat diharapkan bahwa setiap orang mengetahui setiap undang-undang yang diundangkan. Agar setiap orang mengetahui berlakunya suatu peraturan harus dimuat dalam lembaran negara. Dengan dimuat dalam lembaran negara, peraturan perundang-undangan ini mempunyai kekuatan mengikat, mengikat bagi setiap orang untuk mengakui eksistensinya.


Pengundangan dan Penyebarluasan

Kekuatan berlakunya undang-undang perlu dibedakan dengan kekuatan mengikatnya undang-undang. Undang-undang mempunyai kekuatan mengikat sejak diundangkan dalam lembaran negara. Berarti sejak dimuat dalam lembaran negara, setiap orang terikat untuk mengakui keberadaan undang-undang secara operasional. Undang-undang mempunyai persyaratan untuk dapat berlaku atau mempunyai kekuatan berlaku. Namun, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 20071 suatu Peraturan Perundang-undangan untuk berlaku selain dimuat dalam lembaran negara, peraturan tersebut harus disebarluaskan melalui media cetak, media elektronik, dan cara lainnya.

Penyebarluasan peraturan perundang-undangan melalui media cetak berupa lembaran lepas maupun himpunan. Penyebarluasan Lembaran Negara Republik Indonesia dalam bentuk lembaran lepas yang dilakukan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan untuk disampaikan kepada kementrian/Lembaga yang memprakarsai atau menetapkan peraturan perundang-undangan tersebut, dan masyarakat yang membutuhkan.

Penyebarluasan melalui media elektronik dilakukan melalui situs web Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia dan dapat diakses melalui website: www.djpp.depkumham.go.id, atau lainnya. Penyebarluasan dengan cara sosialisasi dapat dilakukan dengan tatap muka atau dialog langsung, berupa ceramah workshop/seminar, pertemuan ilmiah, konfrensi pers, dan cara lainnya.


Kedudukan Penjelasan dalam Peraturan Perundang-Undangan

Dalam Undang-Undang ada kalanya dicantumkan penjelasan. Berdasarkan Lampiran I Undang-Undang 12/2011 angka 175, 176, 177, dan 186 diatur:

(175) Penjelasan berfungsi sebagai tafsir resmi pembentuk peraturan Perundang-undangan atas norma tertentu dalam batang tubuh. Oleh karena itu, penjelasan hanya memuat uraian terhadap kata, frasa, kalimat atau padanan kata/istilah asing dalam norma yang dapat disertai dengan contoh.

(176) Penjelasan sebagai sarana untuk memperjelas norma dalam batang tubuh tidak boleh mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan dari norma yang dimaksud.

(177) Penjelasan tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk membuat peraturan lebih lanjut dan tidak boleh mencantumkan rumusan yang berisi norma.

(186) Rumusan penjelasan pasal demi pasal memperhatikan hal sebagai berikut:
  1. tidak bertentangan dengan materi pokok yang diatur dalam batang tubuh;
  2. tidak memperluas, mempersempit atau menambah pengertian norma yang ada dalam batang tubuh;
  3. tidak melakukan pengulangan atas materi pokok yang diatur dalam batang tubuh;
  4. tidak mengulangi uraian kata, istilah, frasa, atau pengertian yang telah dimuat di dalam ketentuan umum; dan/atau
  5. tidak memuat rumusan pendelegasian
Lampiran I Undang-Undang 12/2011 menyatakan bahwa penjelasan merupakan tafsir resmi pembentuk peraturan Perundang-undangan atas norma tertentu dalam batang tubuh, penjelasan tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk membuat peraturan lebih lanjut, selain itu penjelasan tidak boleh bertentangan dengan materi pokok yang diatur dalam batang tubuh.


Harmonisasi Aturan Hukum

Apabila dalam pelaksanaan suatu peraturan ditemukan adanya ketidakharmonisan baik secara horisontal (hierarki) maupun vertikal (peraturan yang setingkat), berlakulah asas-asas hukum untuk membantu menyelesaikan suatu masalah di lapangan.


Asas-Asas Hukum

Ada 2 (dua) macam asas hukum yaitu asas hukum umum dan asas hukum khusus. (1) asas hukum umum adalah asas hukum yang berhubungan dengan seluruh bidang hukum, seperti asas resitutio in integrum, asas lex posteori derogat legi priori, asas bahwa apa yang lahirnya tampak benar, untuk sementara harus dianggap demikian sampai diputus lain oleh pengadilan. Sementara, (2) asas hukum khusus berfungsi dalam bidang yang lebih sempit seperti dalam bidang hukum perdata, hukum pidana, dan sebagainya. Seperti asas pacta sunt servanda, asas konsensualisme adalah asas yang tercantum dalam pasal 1977 BW.


Penafsiran Hukum

Penafsiran hukum diperlukan apabila rumusan undang-undang isinya tidak jelas, sehingga baik hakim atau pejabat pemerintah menurut Prayudi dalam bukunya Hukum Administrasi Negara (1995:27), penafsiran diperlukan dalam rangka memahami maksud pembentuk undang-undang. Dengan demikian keputusan yang dikeluarkan hakim ataupun pejabat pemerintah dapat mencapai kepastian hukum. Mengingat undang- undang bersifat statis, sementara perkembangan masyarakat bersifat dinamis.

Cara-cara penafsiran hanya merupakan alat untuk mencoba mengetahui dan memahami arti kadah-kaedah hukum. Macam-macam penafsiran yang dikenal dalam ilmu hukum:

Penafsiran tata bahasa (gramatika)

Penafsiran tata bahasa, ialah cara penafsiran berdasarkan pada bunyi ketentuan undang-undang, dengan berpedoman pada arti perkataan-perkataan dalam hubungannya satu sama lain dalam kalimat-kalimat yang dipakai oleh undang- undang, yang dianut ialah semata-mata arti perkataan menurut tata bahasa atau kebiasaan, yakni arti dalam pemakaian sehari-hari. Misalnya dalam suatu peraturan perundangan melarang orang memarkir kendaraannya pada suatu tempat tertentu. Peraturan tersebut tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan istlah “kendaraan”. Mengingat kendaraan dapat berupa kendaraan roda dua, roda empat, atau sepeda. Dengan demikian sepatutnya suatu peraturan perundang-perundangan memperjelas kendaraan bermotor jenis apa yang dilarang parkir. Penafsiran menurut tata bahasa merupakan penafsiran yang paling penting dibandingkan dengan penafsiran-penafsiran lainnya, sebab apabila kata-kata dalam kalimat suatu pasal dalam undang-undang telah jelas maksudnya maka tidak boleh lagi dipergunakan cara-cara penafsiran lainnya.

Penafsiran sahih (resmi, autentik)

Penafsiran sahih (resmi, autentik) ialah penafsiran yang pasti terhadap kata-kata itu sebagaimana yang diberikan oleh pembentuk Undang-undang. Misalnya pengertian “saat terutangnya PPN untuk penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak” sesuai Pasal 11 ayat (2) UU PPN dinyatakan bahwa dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, saat terutangnya pajak adalah pada saat pembayaran.

Penafsiran histories

Penafsiran histories ialah penafsiran terhadap suatu peraturan perundang-undangan berdasrkan pada sejarah pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut. Penafsiran histories dibagi 2 (dua) yaitu:
  1. Sejarah hukumnya, yang diselidiki maksudnya berdasarkan sejarah secara keseluruhan terjadinya hukum tersebut, misalnya peraturan perundang-undangan perpajakan dimulai dari zaman pemerintahan Hindia Belanda sampai dengan saat ini.
  2. Sejarah Undang-undangnya, penafsiran Undang-undang dengan menyelidiki perkembangan suatu undang-undang sejak dibuat, perdebatan-perdebatan yang terjadi di legislatif, maksud ditetapkannya atau penjelasan dari pembentuk undang-undang pada waktu pembentukannya yang dipelajari adalah maksud pembentuk undang-undang pada waktu membuat undang-undang itu, misalnya didenda f 10, sekarang ditafsirkan dengan uang R.I., sebesar Rp.10,-

Penafsiran sistematis (dogmatis)

Penafsiran sistematis ialah penafsiran memiliki susunan yang berhubungan dengan bunyi pasal-pasal lainnya baik dalam undang-undang itu maupun dengan undang- undang yang lain. Misalnya tanggal jatuh tempo penyetoran dan pelaporan PPN selama ini diatur dalam Pasal 9 ayat (1) UU KUP yaitu “PPN yang terutang dalam satu Masa Pajak, harus disetor paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dan PPN tersebut disetor paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak sesuai Pasal 3 ayat (3) UU KUP.” Setelah berlakunya UU PPN Nomor 42 Tahun 2009 pada tanggal 1 April 2010 maka ketentuan tentang tanggal setor dan lapor PPN berubah sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 15A UU PPN yaitu “penyetoran PPN oleh Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) harus dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan”.

Penafsiran sosiologi

Penafsiran sosiologi yaitu penafsiran dengan mengingat maksud dan tujuan undang- undang. Hal ini penting karena kebutuhan-kebutuhan masyarakat berubah dan berkembang sesuai perkembangan masa, sedangkan undang-undang tetap saja.

Penafsiran ekstensip

Penafsiran ekstensip ialah penafsiran dengan memperluas arti, kata-kata dalam peraturan itu sehingga sesuatu peristiwa dapat dimaksudkan dalam ketentuan itu. Misalnya “aliran listrik termasuk benda”.

Penafsiran restriktif

Penafsiran restriktif ialah penafsiran dengan mempersempit arti kata-kata dalam suatu undang-undang, misalnya “kerugian” tidak termasuk kerugian yang “tak berwujud” seperti sakit, cacat dan lain-lain.

Penafsiran analogis

Penafsiran analogis ialah penafsiran pada suatu hukum dengan memberi ibarat (kiyas) pada kata-kata tersebut sesuai dengan asas hukumnya, sehingga suatu peristiwa yang sebenarnya tidak dapat dimasukkan, kemudian dianggap sesuai dengan bunyi peraturan tersebut.

Penafsiran a contrario

Penafsiran a contrario ialah suatu cara penafsiran undang-undang yang didasarkan pada lawan dari ketentuan tersebut.


Berdasarkan penjelasan di atas, penafsiran otentik dan gramatikal termasuk kategori pendekatan pertama, sementara metode interpretasi lainnya mengacu kepada pendekatan kedua (misalnya penafsiran sistematis, penafsiran ekstensif dan lain-lain).



Jangan biarkan urusan akuntansi dan pajak menghambat pertumbuhan bisnis Anda. Segera hubungi kami untuk mendapatkan konsultasi gratis dan temukan bagaimana kami dapat membantu Anda mencapai kesuksesan yang lebih besar!
📞Hubungi kami sekarang di +62 859 106 666 777 atau kirim email ke ekuilibriumconsultant@gmail.com untuk konsultasi gratis!
Bergabunglah dengan klien kami yang telah merasakan manfaat dari layanan kami. Bersama-sama, kita dapat mencapai tujuan bisnis Anda dengan lebih mudah dan efisien!












Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.