Pembagian dan Pemungutan Pajak

 



Pembagian Pajak

Pembagian Pajak, atas:

Berdasarkan golongannya

Pajak langsung adalah pajak yang bebannya harus ditanggung sendiri oleh wajib pajak yang bersangkutan dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, contoh: Pajak Penghasilan

Pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan atau digeserkan kepada pihak lain sehingga disebut juga sebagai pajak tidak langsung, contoh ini adalah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Dalam pajak ini beban pajak digeserkan dari produsen/penjual ke pembeli/konsumen karena pergeseran ini searah dengan arus barang yaitu dari produsen ke konsumen maka pergeserannya ke depan, sedangkan sebaliknya disebut dengan pergeseran pajak berlawanan dengan arus barang.

Berdasarkan wewenang pemungutannya

Pajak pusat/pajak negara meliputi: PPh, PPN, PBB sektor P3 (Perhutanan, Perkebunan dan Pertambangan) - sekarang disebut sebagai PBB sektor P5L - Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkebunan, Sektor Perhutanan, Sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, Sektor Pertambangan untuk Pengusahaan Panas Bumi, Sektor Pertambangan Mineral atau Batubara, dan Sektor Lainnya.

Pajak daerah, meliputi:
  1. Pemerintah Provinsi meliputi: Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air Permukaan, dan Pajak Rokok.
  2. Pemerintah Kabupaten/Kota meliputi: Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Parkir, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Sarang Burung Walet, PBB Pedesaan dan Perkotaan, dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.

Berdasarkan sifat

Pajak subjektif adalah pajak yang memperhatikan kondisi/keadaan Wajib Pajak. Dalam menentukan pajaknya harus ada alasan-alasan objektif yang berhubungan erat dengan keadaan materialnya, yaitu gaya pikul. Gaya pikul adalah kemampuan Wajib Pajak memikul pajak setelah dikurangi biaya hidup minimum.

Pajak objektif adalah pajak yang pada awalnya memperhatikan objek yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar, kemudian baru dicari subjeknya baik orang pribadi maupun badan. Dengan kata lain, pajak objektif adalah pengenaan pajak yang hanya memperhatikan kondisi objeknya.


Pemungutan Pajak

Dalam pemungutan pajak penghasilan ada 3 (tiga) macam cara yang bisa dilakukan:

Asas domisili

Asas domisili, dalam asas ini pemungutan pajak berdasarkan domisili atau tempat tinggal Wajib Pajak dalam suatu negara. Negara dimana Wajib Pajak bertempat tinggal berhak memungut pajak terhadap wajib pajak tanpa melihat dari mana pendapatan atau penghasilan tersebut diperoleh, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri dan tanpa melihat kebangsaan/kewarganegaraan wajib pajak tersebut.

Asas sumber

yaitu asas pemungutan pajak berdasarkan pada sumber pendapatan/penghasilan dalam suatu negara. Menurut asas ini, negara yang menjadi sumber pendapatan/penghasilan tersebut berhak memungut pajak tanpa memperhatikan domisili dan kewarganegaraan wajib pajak.

Asas kebangsaan (asas natonaliteit)

Asas kebangsaan (nationeliteit), yaitu asas pemungutan pajak berdasarkan pada kebangsaan atau kewarganegaraan dari Wajib Pajak, tanpa melihat dari mana sumber pendapatan/penghasilan tersebut maupun di negara mana tempat tinggal (domisili) dari wajib pajak yang bersangkutan.


Dasar Pembenaran Pemungutan Pajak

Menurut falsafah hukum termasuk dalam maximpertama “The Four Maxim”. Berikut ini akan dikemukakan teori-teori pajak yang menyatakan dasar keadilannya, antara lain:

Teori Asuransi

Menurut teori ini Negara memungut pajak karena Negara bertugas untuk melindungi orang dan segala kepentingannya, keselamatan dan keamanan jiwa juga harta bendanya. Pembayaran pajak disamakan dengan pembayaran dengan pembayaran premi, seperti halnya perjanjian asuransi (pertanggungan), maka untuk perlindungan diperlukan pembayaran berupa premi.

Teori Kepentingan

Menurut teori ini Negara memungut pajak karena Negara melindungi kepentingan jiwa dan harta benda warganya, teori ini memperhatikan pembagian beban pajak yang harus dipungut dari seluruh penduduk. Pembagian beban ini harus didasarkan atas kepentingan orang masing-masing dalam tugas-tugas pemerintah (yang bermanfaat baginya), termasuk juga perlindungan atas jiwa beserta harta bendanya. Maka sudah selayaknya bahwa biaya-biaya yang dikeluarkan oleh Negara untuk menunaikan kewajibannya, di bebankan kepada mereka.

Teori Kewajiban Pajak Mutlak atau Teori Bakti

Teori ini berdasarkan atas paham Organische Staatsleer, diajarkan bahwa justru karena sifat Negara inilah maka timbulah hak mutlak untuk memungut pajak. Orang-orang tidaklah berdiri sendiri, dengan tidak adanya persekutuan, tidaklah akan ada individu. Oleh karena persekutuan itu (yang menjelma jadi Negara) berhak atas satu dan lain. Sejak berabad-abad hak ini telah diakui, dan orang-orang selalu menginsafinya sebagai kewajiban asli untuk membuktikan tanda baktinya terhadap Negara dalam bentuk pembayaran pajak.

Teori Daya Beli

Teori ini tidak mempersoalkan asal mula Negara memungut pajak, hanya melihat kepada efeknya, dan dapat memandang efek yang baik itu sebagai dasar keadilannya.

Teori Daya Pikul

Teori ini menganut bahwa dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada jasa-jasa yang diberikan oleh Negara pada warganya, yaitu perlindungan atas jiwa dan harta bendanya. Untuk keperluan ini diperlukan biaya-biaya, biaya ini dipikul oleh orang yang menikmati perlindungan itu, berupa pajak.


Tax Avoidance dan Tax Evasion

Tax Avoidance adalah suatu skema transaksi yang meminimalkan beban pajak dengan memanfaatkan kelemahan-kelemahan dalam ketentuan perpajakan suatu negara, sehingga banyak ahli pajak yang menyatakan tindakan wajib pajak tersebut sah-sah saja karena hanya memanfaatkan kelemahan peraturan perpajakan.

Tax Evasion diartikan sebagai suatu skema memperkecil pajak yang terutang dengan cara melanggar ketentuan perpajakan secara illegal seperti dengan cara tidak melaporkan penjualan atau memperbesar biaya dengan cara fiktif. Dengan demikian, tax evasion adalah perbuatan melawan undang-undang yang tidak sejalan dengan undang-undang pajak dan karenanya wajib pajak tersebut dapat diancam pidana sesuai Pasal 38 atau 39 UU KUP.


Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.